Menelusuri Kisah Tony Wen, Pejuang Peranakan Tionghoa Asal Bangka

Tony Wen atau Boen Kin To, lahir di Sungailiat, Bangka, pada 1911. Ayahnya seorang kepala parit Bangka Biliton Tin Maatschapij

Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Sungailiat, ia meneruskan studinya di Singapore, kemudian di U Ciang University, Shanghai dan Liang Nam University, Canton. Setelah kembali ke Jakarta ia menjadi guru olahraga di sekolah Pa Hoa (T.H.H.K.).

Tony Wen merupakan seorang pemain Bola Basket nasional yang sangat handal. Gesit dalam pertandingan. Sebelum Perang Dunia II , ia menjadi pemain bola basket terkenal kesebelasan UMS (Union Makes Strength).

Pada masa pendudukan Jepang ia bekerja sebagai juru bahasa di kantor urusan Hoa Kiao (Kakyo Hanbu), salah satu bagian pusat intelijen Jepang (Sambu Beppan).

Setelah Jepang menyerah ia menghilang dari Jakarta dan menetap di Solo memimpin Barisan Pemberontak Tionghoa.

Tony Wen adalah sosok yang berjasa bagi Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan. Pada masa itu, Indonesia yang baru saja meraih kemerdekaan memiliki kondisi ekonomi yang buruk.

Apalagi dengan adanya blokade oleh Belanda dari segala penjuru, Indonesia semakin kesulitan melakukan perdagangan dengan negara lain untuk mengisi kas negara. Di sinilah Tony Wen berperan besar dalam membantu mengisi kas negara.

Kurangnya kas negara untuk biaya operasional pemerintahan, maka Menteri Keuangan saat itu, A.A. Maramis menyarankan untuk menjual candu ke luar negeri.

Dengan keahlian Tony Wen di Solo yang menyuplai logistik dan senjata untuk pejuang di sana, maka ia dipercaya untuk menjual candu-candu mentah dari pabrik candu di Salemba. Mukarto Notowidagdo ditunjuk sebagai koordinator tim sementara Tony Wen menjadi pelaksana.

Ia kemuidan menghubungi temannya di Singapura yang memimiliki jaringan candu, dan operasi itu pun dilaksanakan. Dengan naik perahu, Tony Wen membawa setengah ton candu dari pantai Popoh di Kediri dan melintasi pantai selatan Jawa ke Selat Lombok untuk menghindari patroli Belanda dalam perjalanannya ke Singapura.

Operasi lanjutan ini kemudian dilaksanakan oleh Laksamana John Lie dengan menggunakan pesawat amphibi Catalina.

Dengan pesawat ini, Indonesia berhasil melakukan pengiriman sebanyak dua kali dan membawa 4 ton candu ke Singapura.

Namun operasi ini akhirnya diketahui oleh Belanda sehingga Tony Wen ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura.

Setelah bebas dari tahanan, Tony Wen akhirnya menjadi anggota PNI pada 1952 dan menjadi anggota DPR pada tahun 1954 hingga 1956.

Pada tahun 1950-an ia diangkat menjadi anggota Komite Olimpiade Indonesia dan pengurus Perbasi. Pada 1952 ia masuk menjadi anggota PNI.

Sejak Agustus 1954 sampai Maret 1956, ia diangkat menjadi anggota DPR mewakili PNI dan duduk di Kabinet Interim Demokrasi dan pada 1955 pernah duduk di Kabinet Ali Sastroamidjojo. Tony Wen meninggal pada 30 Mei 1963 dan jasadnya dimakamkan di Menteng Pulo.